Daftar Blog Saya

Kamis, 24 Oktober 2013

Gaya-Gaya Kepemimpinan

Gaya-gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan hasil interaksi antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpinnya dalam berbagai keadaan yang mempengaruhinya. Gaya kepemimpinan yang menggambarkan perilaku dalam interaksi tersebut, bila dihimpun berdasarkan kesamaannya yang dominan, akan menghasilkan berbagai tipe kepemimpinan. Kesamaan yang dominan tersebut merupakan kriteria utama setiap tipe kepemimpinan yang tetap terlihat meskipun kondisi yang mempengaruhinya berubah-ubah, karena bersifat insidental. Dalam kondisi yang berbeda diperlukan analisis dan pemanfaatan setiap situasi yang dihadapi dan akan memberikan gambaran mengenai gaya kepemimpinan.
Seperti yang kita ketahui, bahwa peranan pemimpin dalam suatu lembaga atau organisasi adalah sangat penting, bahkan dapat dikatakan amat menentukan dalam usaha pencapaian tujuan lembaga atau organisasi yang telah ditetapkan. Istilah gaya secara kasar adalah “sama dengan cara mempergunakan di dalam mempengaruhi para pengikutnya”.
Gaya (style) kepemimpinan ialah “cara pemimpin membawa diri sebagai pemimpin. Cara ia berlagak dan tampil dalam menggunakan kekuasaannya. Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas sehingga tingkah laku dan gayanya yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya atau style hidupnya pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya”.
Gaya kepemimpinan secara teoritas dapat dibedakan menjadi tiga pola dasar gaya kepemimpinan, “yang secara rinci masih dapat dijabarkan menjadi delapan jenis gaya kepemimpinan”. Tiga pola dasar gaya kepemimpinan tersebut adalah:
1.    Gaya mengutamakan pelaksanaan tugas. Dengan gaya ini diasumsikan bahwa tugas pemimpin adalah mendorong agar setiap anggota melaksanakan tugas masing-masing secara maksimal. Pemimpin menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat terhadap aksi tugas oleh setiap anggota. Pemimpin kurang memperhatikan cara pelaksanaannya dan kurang perhatian kepada hasil kerja yang akan dicapai.
2.    Gaya mengutamakan kerja sama. Dengan gaya ini pemimpin mengutamakan kerja sama, yang berarti mementingkan hubungan manusiawi antara anggota lembaga. Pemimpin menaruh perhatian yang luar biasa besarnya dalam menciptakan hubungan kerja sama antar sesama pimpinan unit, pimpinan dengan anggota dan antar sesama anggota lembaga dan ini berakibat melemahnya perhatian terhadap pelaksanaan tugas dan hasil yang akan dicapai.
3.    Gaya mengutamakan hasil. Kepemimpinan dengan gaya ini yaitu mementingkan hasil yang dapat dan harus dicapai setiap anggota lembaga dalam melaksanakan kerja atau kegiatan tertentu. Pemimpin sangat memerhatikan hasil yang maksimal. Hasil tersebut menggambarkan tingkat produktifitas seseorang, tanpa mempersoalkan cara mencapainya. Produk seseorang merupakan satusatunya ukuran prestasinya, meskipun bukan karyanya sendiri.

Tiga dasar gaya kepemimpinan diatas, dalam proses kepemimpinan secara operasional berlangsung serentak, akan tetapi selalu menunjukkan kecenderungan salah satu yang dominan. Akan tetapi salah satunya tidak menghilangkan pola yang lain, hingga posisinya sebagai penunjang. Dalam kondisi tersebut maka dapat dibedakan delapan perilaku kepemimpinan. Dan sebagai pola gaya kepemimpinan yang lebih rinci adalah:
a.    Tokrasi (Autocrat)
Perilaku kepemimpinan ini dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Mengutamakan pelaksanaan tugas
2.    Agar tugas-tugas dilaksanakan, kontrol harus dilaksanakan secaraketat. Kesalahan harus dijatuhi saksi atau hukuman agar tidakterjadi dalam melaksanakan tugas berikutnya.
3.    Kurang memerhatikan hubungan manusiawi antara pemimpindengan antara sesama orang yang dipimpin.
4.    Kurang mempercayai orang lain di dalam lembaganyapendapat dan saran dari anggota dinilai sebagai sikap menantangatau membangkang.
5.    Orang yang dipimpin dalam merespon kepemimpinan dengan polaatau gaya seperti ini cenderung terpecah pecah dan membentukkelompok-kelompok kecil.

b.    Otokrasi yang disempurnakan (Benevolen Autocrat)
Perilaku kepemimpinan ini ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1.    Berorentasi pada hasil atau produktifitas yang di dasari oleh ketepatan dan keefektivitas dalam melaksanakan tugas dan perintah.
2.    Memiliki kemampuan memberikan petunjuk untuk memperjelas perintah yang diberikan.
3.    Ketat dalam menerpakan perauran-peraturan dan mengawasi pelaksanaannya.

c.    Birokrat (Bureucrat)
Dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Bekerja sesuai dan mengikuti dengan ketat peraturan dan prosedur kerja yang sudah ditetapkan.
2.    Taat pada perintah pemimpin yang lebih tinggi dan selalu berusaha mencari peraturan yang membenarkan dan mendukung ketaatan tersebut.
3.    Mengusahakan lingkungan dan situasi kerja sesuai aturan-aturan teoritas, agar kepemimpinan dapat dilaksanakan secara formal.
4.    Gagasan-gagasan, inisiatif dan kreativitas tidak berorentasi pada produktivitas kerja, tetapi pada pengaturan cara bekerja.
5.    Kurang menyukai orang luar dan masyarakat, karena pemimpin berkewajiban merahasiakan berbagai hal yang berkenaan denganpekerjaannya.

d.    Pelindung dan penyelamat (Missionary)
Perilaku kepemimpinan dengan gaya ini dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Pemimpin berkepribadian ramah dan murah seyum.
2.    Aktif berusaha mencegah pertentangan, menghindari perdebatan, karena merupakan penghambat dalam usaha membantu mengatasi masalah dan kesulitan seseorang atau masyarakat.
3.    Melaksanakan tugas dengan santai.
4.    Cenderung mengabaikan para pembantunya (orang dalam) dan lebih besar perhatiannya pada orang lain atau masyarakat, terutama orang yang memerlukan bantuan.
5.    Hasil dalam melaksanakan kepemimpinannya dipandang tidak penting, karena mengutamakan kepuasaan orang luar atau masyarakat yang memerlukannya.
e.    Mengembangkan dan Memajukan Lembaga (Developer)
Perilaku kepemimpinan ini dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Mahir berorganisasi karena mampu mewujudkan dan membina kerja  sama dalam rangka mencapai tujuan bersama.
2.    Memiliki kemampuan menggerakkan orang lain secara efektif, efisien dan bertanggung jawab.
3.    Mampu mempercayai orang lain dalam bekerja.
4.    Mampu menghargai meghormati orang lain, betolak dari kesadaran bahwa individu memiliki kecerdasan, bakat, kreativitas terbatas kondisi fisik dan psikisnya, perasaan dan lain-lain.
5.    Meyakini bahwa orang-orang yang mendapat pelimpahan wewenang mampu melaksanakannya secara bertanggung jawab.

f.    Pelaksana (Eksekutif)
Perilaku kepemimpinan ini dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Perhatiannya sangat tinggi pada hasil yang berkualitas.
2.    Berdisiplin dalam melaksanakan tugas. Maka dari itu selalu disenangi oleh orang-orang yang dipimpinnya.
3.    Memilki semangat dan moral kerja yang tinggi, sehingga menjadi teladan atau panutan bagi orang-orang yang dipimpinnya.
4.    Mampu menumbuhkan rasa aman, karena dalam mewujudkan hubungan manusiawi yang efektif memperlakukan orang lain sebagai subyek.


Secara teroritis gaya kepemimpinan di bedakan tiga tipe utama (pokok) dalam kepemimpinan. Ketiga tipe atau gaya kepemimpinan tersebut adalah:
1.    Gaya Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan ini memusatkan diri pada pemimpin sebagai penentu segala-galanya dalam suatu organisasi.Tipe kepemimpinan ini menunjukan kekuasaan pada seseorang sekelompok kecil orang yang bertindak sebagai penguasa. Pemimpin memandang dirinya lebih dalam segala hal, dibandingkan dengan pihak yang dipimpin, terutama kemampuannya yang selalu dipandang lebih rendah. Maka dari itu pemimpin selain sebagai penguasa selalu merasa dirinya sebagai yang paling mampu dan paling benar, sehingga tidak boleh dibantah.
Kepemimpinan otoriter berdampak negatif dalam kehidupanberlembaga atau berorganisasi. Nawawi mengemukakan beberapamacam dampak negatif, dari gaya otoriter yaitu:
a.    Anggota lembaga menjadi manusia penurut atau pengekor, yangtidak mampu dan tidak mau berinisiatif, takut mengambilkeputusan. Kepemimpinan otoriter mematikan kratifitas, sehinggabawahan tidak mampu dan tidak mau menciptakan kerja.
b.    Kesediaan anggota lembaga atau organisasi bekerja keras,berdisiplin atau patuh didasari oleh perasaan takut dan tertekan,sehingga suasana kerja kaku dan tegang.
c.    Lembaga atau lembaga menjadi statis, karena pimpinan tidakmenyukai perubahan, perkembangan dan kemajuan yang biasanyadatang dari anggota lembaga yang kreatif dan berpikiran maju.

Dari ketiga paparan diatas menyebutkan bahwa kepemimpinanyang otoriter akan menghambat perkembangan dan kemajuan lembagaatau organisasi tersebut. Karena jika seorang anggota mengemukakanpendapat atau gagasan dan sarannya, pemimpin tersebut tidak sukadengan hal-hal yang bersifat perubahan, perkembangan, perbaikan dankemajuan.
Sikap pemimpin yang dingin dan tegang akan menciptakan suasana yang kaku dan perasaan takut oleh anggota lembaga. Dan pemimpin lebih menyukai situasi rutin dan statis dalam lembaga atau organisasi.
Dilihat dari sudut ajaran islam, kepemimpinan otoriter tidak sepenuhnya dapat diterima karena yang berhak mewujudkan kepemimpinan secara murni hanyalah Allah Swt. Oleh karena itu jika dilaksanakanmanusia sebagai khalifah di bumi, yang semata-mata untuk merealisasikan kepemimpinan Allah Swt, maka kepemimpinan yang seperti ini menjadi benar dan tidak dapat di bantah. Kepemimpinan spiritual dapat diwujudkan dengan sepenuhnya engharuskan manusia untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah Swt, tanpa inisiatif, saran, gagasan, kretivitas dan lain-lain.
Wujud kepemimpinan spiritual yang mutlak otoriter, kepemimpinan apostriori sesama manusia, bagi ajaran Islam tidak seharusnya dijalankan secara otoriter. Di satu sisi tidak seorangpun yang berstatus mewakili atau pengganti Allah Swt boleh membuat keputusan baru di luar firman-Nya dan Hadits Rasulullah Saw yang shahih. Di pihak lain penggunaan kepemimpinan otoriter cenderung lebih banyak  buruknya, kenyataannya merupakan perilaku yang tidakdi sukai Allah Swt. Contohnya kepemimpinan Fir’aun yang telah membawa pada kedurhakaan kepada Allah. Dan sesuai dengan firman Allah Swt(Q.S. Yunus, [09]:83):

Terjemahnya:
‘Makatidakada yang berimankepada Musa, melainkanpemuda-pemudadarikaumnya (Musa) dalamKeadaantakutbahwaFir'aundanpemuka-pemukakaumnyaakanmenyiksamereka. SesungguhnyaFir'aunituberbuatsewe-nang-wenang di mukabumi.danSesungguhnya diaTermasuk orang-orang yang melampauibatas.(Q.S. Yunus [09]:83’.

Dari uraian diatas jelaslah bahwa kepemimpinan otoriter tidak dibenarkan menurut Islam, bilamana dengan kekuasaan dan kewenangannya seorang pemimpin memerintahkan untuk berbuat membelakangi Allah Swt dan Rasul-Nya. Kepemimpinan otoriter dapat diterima dan dibenarkan bilamana manifestasinya berupa pemakaian kekuasaan dan kewenangan untuk memerintahkan patuh dan taat dalam melaksanakan petunjuk dan tuntunan Allah Swt.
2.    Gaya Kepemimpinan Laissez Faire (Bebas)
Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin tidak memimpin, diahanya membiarkan kelompoknya berbuat semaunya sendiri.Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatankelompoknya. Semua pekerjaan dikerjakan oleh bawahannya. Danpemimpin dalam hal ini sebagai simbol atau lambang-lembaga.Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan kepada semua anggota dalam menetapkan keputusan dan melaksanakannya menurut kehendak masing-masing.
Berdasarkan uraian diatas tidak seorangpun anggota lembaga yang menetapakan keputusan dan melaksanakan kegiatan, maka lembaga menjadi tidak berfungsi. Sebaliknya kebebasan yang diberikan, juga berakibat fungsi lembaga tidak berlangsung sebagaiamana mestinya, bahkan menjadi tidak terarah. Kondisi seperti ini dapat terjadi karena wewenang menjadi tidak jelas dan tanggung jawab menjadi kacau.
Adapun contoh dari kepemimpinan yang tidak bertanggung jawab ini terjadi di lingkungan orang-orang kafir, walaupun baru terlihat setelah diminta pertanggung jawab oleh Allah Swt kelak di akhirat. Sesuai dengan firman-Nya (Q.S.Ash-Shaffat,[37]: 27-30):

Terjemahnya:
‘27. Sebahagiandanmerekamenghadapkepadasebahagian yang lain berbantah-bantahan.28. Pengikut-pengikutmerekaberkata (kepadapemimpin-pemimpinmereka): "Sesungguhnyakamulah yang datingkepada Kami dan ka-nan.29. pemimpin-pemimpinmerekamenjawab: "Sebenarnyakamulah yang ti-dak beriman".30. dansekali-kali Kami tidakberkuasaterhadapmu, bahkanka-mulahkaum yang melampauibatas.(Q.S Ash-Shaffat,[37]: 27-30):’

Pemimpin yang tidak bertanggung jawab, dalam sabda NabiMuhammad Saw telah diuraikan dalam sabdanya, yaitu
‘Sesungguhnya Allah itutidak akan mengumpulkan umatku (Muhammad Saw) atas kesesatan dan tangan Allah beserta jamaah dan barang siapa yangmengasingkan diri, tentu ia mengasingkan diri ke neraka’.(HR.Bukhari Muslim).

Kepemimpinan bebas merupakan kepemimpinan yang keluar dari jama’ah seorang pemimpin yang meninggalkan jama’ah berarti ia tidak bertanggung jawab.
3.    Gaya Kemimpinan Demokratis
Kepemimpinan gaya seperti ini lebih berorentasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada bawahan. Dalam kepemimpinan ini setiap individu sebagai manusia diakui dan dihargai eksistensinya dan peranannya dalam memajukan dan mengembangkan lembaga. Dalam gaya kepemimpinan ini setiap kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, gagasan, pendapat, ide cerdas, minat, dan perhatian dan lain-lain yang membeda-bedakan antara individu, selalu dihargai dan disalurkan untuk kepentingan bersama.
Kepemimpinan demokratis bersifat aktif, dinamis, dan terarah. “Maksudnya aktif adalah dalam menggerakkan dan memotivasi. Sedangkan dinamis dalam mengembangkan dan memajukan lembaga. Dan terarah pada tujuan bersama yang jelas, melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang releven secara efektif dan efisien.”  Dalam menjalankan tugas, pemimpin selalu membagi tugas-tugas secara tuntas, dan sesuai dengan kemampuan anggotanya, dan tidak ada tugas yang tertinggal karena tidak ada yang melaksanakannya. Dengan kata lain setiap anggota mengetahui secara jelas wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya.
Dari uraian diatas telah jelas bahwa gaya kepemimpian demokratis selalu berpihak pada kepentingan anggota, dengan berpegang pada prinsip mewujudkan kebenaran dan keadilan untuk kepentingan bersama. Konsep ini sejalan dengan ajaran Islam yang sangat mengutamakan perilaku yang mampu membedakan antara yang hak dan yang batil. Sesuai dengan firman AllahSWT dalam (Q.S Al-Baqarah [02]:42):

Terjemahnya:

‘Danjanganlahkamucampuradukkan yang hakdengan yang bathildanjangan-lahkamusembunyikan yang hakitu, sedangkamumengetahui.(Q.S Al-Baqarah [02]: 42):’

Dari firman Allah Swttersebut, sudah jelaslah bahwa kepemimpinan demokratis dapat diterima di dalam kepemimpinan Islam yang sangat mementingkan keterbukaan, melalui kesediaan pemimpin mendengarkan dan memanfaatkan sesuatu yang benar dan baik dari orang-orang yang dipimpin.
Dari uraian terdahulu mengenai gaya kepemimpinan telah dikemukakan tiga pola dasar gaya kepemimpinan, yang kemudian dijabarkan menjadi 8 (delapan) perilaku yang manifestasi ketiga gaya kepemimpinan tersebut. Pada kenyataannya sulit sekali penerapan perilaku gaya kepemimpinan itu yang murni, tetapi selalu terlihat kombinasi perilaku antara yang satu dengan yang lainnya. Nawawi mengungkapkan dalam uraian berikutnya akan dijelaskan tentang gaya kepemimpinan pelengkap yaitu:
a.    Gaya Kepemimpinan Kharismatis adalah kemampuan menggunakan keistimewaan atau kelebihan sifat kepribadian dalam mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku orang lain, sehingga dalam suasana batin mengagumi dan menggunakan pemimpin bersedia berbuat sesuatu yang dikehendaki pemimpin.
b.    Gaya Kepemimpinan Simbol ini sekedar menjadi simbol atau perlambang dan tetap diakui sebagai pemimpin meskipun tidak menjalankan fungsi kepemimpinannya.
c.    Gaya Kepemimpinan Pengayoman adalah seorang selalu bersedia melakukan segala sesuatu untuk kepentingan orang banyak, khususnya anggota organisasinya.
d.    Gaya Kepemimpinan Expert (ahli) ini merupakan seorang pemimpin mempunyai keterampilan atau keahlian dalam suatu bidang tertentu, menjalankan kepemimpinan di lingkungan lembaga yang bergerak di bidang tersebut.
e.    Gaya Kepemimpinan Organisatoris dan Administrator ini bekerja secara berencana, sistematis dan tertib, dengan memanfaatkan berbagai masukan dari orang lain dari dalam dan luar lembaganya. Dalam menetapkan keputusan-keputusan, pemimpin menyenangi musyawarah untuk mendapatkan bahan-bahan masukan.
f.    Gaya Kepemimpinan Agitator ini dilakukan dengan memberikan tekanan-tekanan, mengadu domba, menimbulkan dan mempertajam perselisihan, memecah belah dan menghasut anggota lembaga, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi pimpinan dengan atau tanpa kelompoknya.

Fungsi dan Peran Kepala Sekolah

B.    Fungsi dan Peran Kepala Sekolah
Kepala sekolah mempunyai peranan yang sangat penting dalam menggerakkan kehidupan sekolah untuk mencapai tujuan. Fungsi kepala sekolah adalah menanamkan pengaruh kepada guru agar mereka melakukan tugasnya dengan sepenuh hati dan antusias. “Sebagai seorang pemimpin diharapkan oleh bawahannya dalam organisasi, dalam hal ini organisasi sekolah mengharapkan parapemimpinnya dapat memberikan arahan untuk kepentingan pencapaian tujuan sekolah”. Kepala sekolah mempunyai peranan multi fungsi, oleh karena itu kepala sekolah dituntut menjalankan perannya sebagai berikut:
1.    Kepala Sekolah sebagai pemimpin
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikanpetunjuk dan pen-gawasan, meningkatkan kemampuan tenagapendidikan, membuka komunikasi dua arah dan mendelegasikantugas. Wahjosumidjo mengemukakan bahwa “kepala seko-lahsebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakupkepribadian serta pengetahuan administrasi dan pengawasan.Kemampuan yang harus diwujudkan kepa-la sekolah sebagaileader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadaptena-ga pendidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambilkeputusan dan kemam-puan berkomunikasi”.
Gaya kepemimpinan kepala sekolah yang dapat menumbuhkankreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatankompetensi guru dalam teori kepemimpinan setidaknya kitamengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yangberorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi padamanusia. Da-lam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorangkepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada.
Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai barikut : “(1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan”.
Kepemimpinan merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai suatu tujuan. Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, seorang kepala sekolah harus dapat mempengaruhi seluruh warga seko-lah yang dipimpinnya melalui cara-cara yang positif untuk mencapai tujuan pendidi-kan di sekolah. Secara sederhana “kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai proses untuk merubah dan mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan dirinya, yang didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan kebu-tuhan serta penghargaan terhadap para bawahan”.
2.    Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakanuntuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Fungsi pengawasan atau supervisi dalam pendidikan bukan hanya sekedar kontrol melihat apakah segala kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah digariskan, tetapi lebih dari itu. “Supervisi mencakup penentuan kondisi atau syarat personel maupun material yang diperlukan untuk terciptanya situ-asi belajar mengajar yang efektif dan usaha memenuhi syarat-syarat itu”.
Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga  seluruh aktifitas sekolahh bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor yaitu, mensupervisi pekerjaan yang dilaku-kan oleh tenaga kependidikan. Jika supervisi dilakukan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. “Kepala sekolah sebagai supervisi harus diwujudkan dalam kemampuan menyusun, dan melaksanakan program supervisi pendidikan serta memanfaatkan hasilnya”. Tujuan umum supervisi pendidikan harus sama dengan tujuan Pendidikan Nasional sesuai keputusan MPR yang tertera dalam GBHN, melalui perbaikan serta peningkatan kegiatan belajar mengajar. Lebih rinci, tugas-tugas supervisor adalah :
a.    Membina guru-guru untuk lebih memahami tujuan umum pendidikan. Dengan demikian agar menghilangkan anggapan tentang adanya mata pe-lajaran/bidang studi, sehingga setiap guru mata pelajaran dapat mengajar dan mencapai prestasi maksimal bagi siswa-siswanya
b.    Membina guru-guru guna mengatasi problem-problem siswa demi kema-juan prestasi belajarnya.
c.    Membina guru dalam mempersiapkan siswa-siswanya untuk menjadi anggota masyarakat yang produktif, kreatif, etis serta religius.
d.    Membina guru-guru dalam meningkatkan kemampuan mengevaluasi, mendiagnosa kesulitan belajar dan seterusnya.
e.    Membina guru-guru dalam memperbesar kesadaran tentang tata kerja yang demokratis, kooperatif serta kegotong-royongan.
f.    Mengembangkan sikap kesetiakawanan dan ketemansejawatan dari selu-ruh tenaga pendidikan.

3.    Kepala Sekolah sebagai Educator (Pendidik)
Pendidik adalah orang yang mendidik. Sedangkan mendidikdiartikan membe-rikan latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlakdan kecerdasan pikiran sehingga pendidikan dapat diartikan “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan”.
Setiap kepala sekolah sebagai pendidik, ada dua hal pokok yang perlu diper-hatikan yaitu, sasaran atau kepada siapa perilaku sebagai pendidik itu diarahkan. Se-dangkan yang kedua adalah bagaimana peranan sebagai pendidik itu dilaksanakan.
Dalam melakukan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah harus mempu-nyai strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah kondusif, memberi nasehat kepada warga se-kolah, memberi dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan pembelajaran yang menarik seperti team teaching, moving class, dan mengadakan program akselarasi bagi peserta yang cerdas diatas normal.
Sumidjo mengemukakan bahwa “mamahami arti pendidik tidak cukup berpe-gang pada konotasi yang terkandung dalam definisi pendidik, “melainkan harus dipe-lajari keterkaitannya dengan makna pendidikan, sarana pendidikan, dan bagaimana strategi pendidikan itu dilaksanakan untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan dan meningkatkan”.
4.    Kepala Sekolah sebagai Manajer
Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi serta pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ada tiga hal yang penting dan perlu diperhatikan, yaitu  proses, pendayagunaan seluruh sumber organisasi dan pencapaian tujuan organisasi.
Seorang kepala sekolah pada hakikatnya adalah seorang perencana, organisa-tor, pemimpin dan seorang pengendali. Keberadaan seorang manajer pada suatu or-ganisasi sangat diperlukan, sebab “organisasi sebagai alat mencapai tujuan organisasi didalamnya berkembang berbagai macam pengetahuan serta organisasi yang menjadi tempat untuk membina dan mengembangkan karier sumber daya manusia”.
Dalam rangka melakukan perannya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan kependidikan melalui “kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk me-ningkatkan profesinya dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan da-lam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah”.
Peran kepala sekolah sebagai manajer juga memerlukan sebuah manajemen, karena semua manajer juga memerlukan sebuah manajemen, “karena semua manajer bagaimanapun memerlukan ketangkasan dan keterampilan yang khusus, mengusaha-kan berbagai kegiatan yang saling berkaitan dapat didayagunakan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan”.
5.    Kepala Sekolah sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator memilki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyu-susnan, dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola administrasi personalia, mengelola ad-ministrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan dan mengelola administrasi keuangan. Kepala sekolah hendaknya terbuka tetapi tetap menjaga jarak dengan para tenaga pendidik, “agar mereka dapat mengemukakan berbagai permasa-lahan yang dihadapi dalam melaksanakan tugasnya sebagai tenaga pendidikan”.
6.    Kepala Sekolah sebagai Motivator
Sebagai motivator kepala sekolah harus mampu memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada tenaga pendidik dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui:
a.    Pengaturan lingkungan fisik
Lingkungan yang kondusif akan menimbulkan motivasi tenaga ke-pendidikan dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kepala seko-lah harus mampu membangkitkan motivasi tenaga kepndidikan agar dapat melaksanakan tugas secara optimal.
b.    Pengaturan suasana kerja
Kepala sekolah harus mampu menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan para tenaga pendidikan, serta menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan menyenangkan.
c.    Disiplin
Profesionalisme tenaga pendidikan di sekolah perlu ditingkatkan, un-tuk itu kepala sekolah harus berusaha menanamkan disiplin kepada semua bawahannya. Melalui disiplin ini diharapkan dapat tercapai tujuan secara efektif dan efisien, serta dapat meningkatkan produktivitas sekolah.
d.    Dorongan
Setiap tenaga kependidikan memiliki karakteristik khusus yang ber-beda satu sama yang lain, sehingga memerlukan perhatian dan pelayanan khusus pula dari pemimpinnya, agar mereka dapat memanfaatkan waktu untuk meningkatkan profesionalismenya. Perbedaan tenaga kependidikan tidak hanya dalam bentuk fisik tetapi dalam kondisi psikisnya, misalnya motivasi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan, kepala sekolah harus memperhatikan motivasi para tenaga kependidikan dan faktor-faktor lain yang berpengaruh.
e.    Penghargaan secara efektif
Penghargaan ini sangat penting untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan dan untuk mengurangi kegiatan yang kurang pro-duktif melalui penghargaan ini para tenaga kependidikan dapat dirang-sang untuk meningkatkan profesinalisme kerjanya secara positif dan pro-duktif.