Daftar Blog Saya

Kamis, 24 Oktober 2013

Gaya-Gaya Kepemimpinan

Gaya-gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan hasil interaksi antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpinnya dalam berbagai keadaan yang mempengaruhinya. Gaya kepemimpinan yang menggambarkan perilaku dalam interaksi tersebut, bila dihimpun berdasarkan kesamaannya yang dominan, akan menghasilkan berbagai tipe kepemimpinan. Kesamaan yang dominan tersebut merupakan kriteria utama setiap tipe kepemimpinan yang tetap terlihat meskipun kondisi yang mempengaruhinya berubah-ubah, karena bersifat insidental. Dalam kondisi yang berbeda diperlukan analisis dan pemanfaatan setiap situasi yang dihadapi dan akan memberikan gambaran mengenai gaya kepemimpinan.
Seperti yang kita ketahui, bahwa peranan pemimpin dalam suatu lembaga atau organisasi adalah sangat penting, bahkan dapat dikatakan amat menentukan dalam usaha pencapaian tujuan lembaga atau organisasi yang telah ditetapkan. Istilah gaya secara kasar adalah “sama dengan cara mempergunakan di dalam mempengaruhi para pengikutnya”.
Gaya (style) kepemimpinan ialah “cara pemimpin membawa diri sebagai pemimpin. Cara ia berlagak dan tampil dalam menggunakan kekuasaannya. Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas sehingga tingkah laku dan gayanya yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya atau style hidupnya pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya”.
Gaya kepemimpinan secara teoritas dapat dibedakan menjadi tiga pola dasar gaya kepemimpinan, “yang secara rinci masih dapat dijabarkan menjadi delapan jenis gaya kepemimpinan”. Tiga pola dasar gaya kepemimpinan tersebut adalah:
1.    Gaya mengutamakan pelaksanaan tugas. Dengan gaya ini diasumsikan bahwa tugas pemimpin adalah mendorong agar setiap anggota melaksanakan tugas masing-masing secara maksimal. Pemimpin menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat terhadap aksi tugas oleh setiap anggota. Pemimpin kurang memperhatikan cara pelaksanaannya dan kurang perhatian kepada hasil kerja yang akan dicapai.
2.    Gaya mengutamakan kerja sama. Dengan gaya ini pemimpin mengutamakan kerja sama, yang berarti mementingkan hubungan manusiawi antara anggota lembaga. Pemimpin menaruh perhatian yang luar biasa besarnya dalam menciptakan hubungan kerja sama antar sesama pimpinan unit, pimpinan dengan anggota dan antar sesama anggota lembaga dan ini berakibat melemahnya perhatian terhadap pelaksanaan tugas dan hasil yang akan dicapai.
3.    Gaya mengutamakan hasil. Kepemimpinan dengan gaya ini yaitu mementingkan hasil yang dapat dan harus dicapai setiap anggota lembaga dalam melaksanakan kerja atau kegiatan tertentu. Pemimpin sangat memerhatikan hasil yang maksimal. Hasil tersebut menggambarkan tingkat produktifitas seseorang, tanpa mempersoalkan cara mencapainya. Produk seseorang merupakan satusatunya ukuran prestasinya, meskipun bukan karyanya sendiri.

Tiga dasar gaya kepemimpinan diatas, dalam proses kepemimpinan secara operasional berlangsung serentak, akan tetapi selalu menunjukkan kecenderungan salah satu yang dominan. Akan tetapi salah satunya tidak menghilangkan pola yang lain, hingga posisinya sebagai penunjang. Dalam kondisi tersebut maka dapat dibedakan delapan perilaku kepemimpinan. Dan sebagai pola gaya kepemimpinan yang lebih rinci adalah:
a.    Tokrasi (Autocrat)
Perilaku kepemimpinan ini dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Mengutamakan pelaksanaan tugas
2.    Agar tugas-tugas dilaksanakan, kontrol harus dilaksanakan secaraketat. Kesalahan harus dijatuhi saksi atau hukuman agar tidakterjadi dalam melaksanakan tugas berikutnya.
3.    Kurang memerhatikan hubungan manusiawi antara pemimpindengan antara sesama orang yang dipimpin.
4.    Kurang mempercayai orang lain di dalam lembaganyapendapat dan saran dari anggota dinilai sebagai sikap menantangatau membangkang.
5.    Orang yang dipimpin dalam merespon kepemimpinan dengan polaatau gaya seperti ini cenderung terpecah pecah dan membentukkelompok-kelompok kecil.

b.    Otokrasi yang disempurnakan (Benevolen Autocrat)
Perilaku kepemimpinan ini ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1.    Berorentasi pada hasil atau produktifitas yang di dasari oleh ketepatan dan keefektivitas dalam melaksanakan tugas dan perintah.
2.    Memiliki kemampuan memberikan petunjuk untuk memperjelas perintah yang diberikan.
3.    Ketat dalam menerpakan perauran-peraturan dan mengawasi pelaksanaannya.

c.    Birokrat (Bureucrat)
Dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Bekerja sesuai dan mengikuti dengan ketat peraturan dan prosedur kerja yang sudah ditetapkan.
2.    Taat pada perintah pemimpin yang lebih tinggi dan selalu berusaha mencari peraturan yang membenarkan dan mendukung ketaatan tersebut.
3.    Mengusahakan lingkungan dan situasi kerja sesuai aturan-aturan teoritas, agar kepemimpinan dapat dilaksanakan secara formal.
4.    Gagasan-gagasan, inisiatif dan kreativitas tidak berorentasi pada produktivitas kerja, tetapi pada pengaturan cara bekerja.
5.    Kurang menyukai orang luar dan masyarakat, karena pemimpin berkewajiban merahasiakan berbagai hal yang berkenaan denganpekerjaannya.

d.    Pelindung dan penyelamat (Missionary)
Perilaku kepemimpinan dengan gaya ini dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Pemimpin berkepribadian ramah dan murah seyum.
2.    Aktif berusaha mencegah pertentangan, menghindari perdebatan, karena merupakan penghambat dalam usaha membantu mengatasi masalah dan kesulitan seseorang atau masyarakat.
3.    Melaksanakan tugas dengan santai.
4.    Cenderung mengabaikan para pembantunya (orang dalam) dan lebih besar perhatiannya pada orang lain atau masyarakat, terutama orang yang memerlukan bantuan.
5.    Hasil dalam melaksanakan kepemimpinannya dipandang tidak penting, karena mengutamakan kepuasaan orang luar atau masyarakat yang memerlukannya.
e.    Mengembangkan dan Memajukan Lembaga (Developer)
Perilaku kepemimpinan ini dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Mahir berorganisasi karena mampu mewujudkan dan membina kerja  sama dalam rangka mencapai tujuan bersama.
2.    Memiliki kemampuan menggerakkan orang lain secara efektif, efisien dan bertanggung jawab.
3.    Mampu mempercayai orang lain dalam bekerja.
4.    Mampu menghargai meghormati orang lain, betolak dari kesadaran bahwa individu memiliki kecerdasan, bakat, kreativitas terbatas kondisi fisik dan psikisnya, perasaan dan lain-lain.
5.    Meyakini bahwa orang-orang yang mendapat pelimpahan wewenang mampu melaksanakannya secara bertanggung jawab.

f.    Pelaksana (Eksekutif)
Perilaku kepemimpinan ini dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Perhatiannya sangat tinggi pada hasil yang berkualitas.
2.    Berdisiplin dalam melaksanakan tugas. Maka dari itu selalu disenangi oleh orang-orang yang dipimpinnya.
3.    Memilki semangat dan moral kerja yang tinggi, sehingga menjadi teladan atau panutan bagi orang-orang yang dipimpinnya.
4.    Mampu menumbuhkan rasa aman, karena dalam mewujudkan hubungan manusiawi yang efektif memperlakukan orang lain sebagai subyek.


Secara teroritis gaya kepemimpinan di bedakan tiga tipe utama (pokok) dalam kepemimpinan. Ketiga tipe atau gaya kepemimpinan tersebut adalah:
1.    Gaya Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan ini memusatkan diri pada pemimpin sebagai penentu segala-galanya dalam suatu organisasi.Tipe kepemimpinan ini menunjukan kekuasaan pada seseorang sekelompok kecil orang yang bertindak sebagai penguasa. Pemimpin memandang dirinya lebih dalam segala hal, dibandingkan dengan pihak yang dipimpin, terutama kemampuannya yang selalu dipandang lebih rendah. Maka dari itu pemimpin selain sebagai penguasa selalu merasa dirinya sebagai yang paling mampu dan paling benar, sehingga tidak boleh dibantah.
Kepemimpinan otoriter berdampak negatif dalam kehidupanberlembaga atau berorganisasi. Nawawi mengemukakan beberapamacam dampak negatif, dari gaya otoriter yaitu:
a.    Anggota lembaga menjadi manusia penurut atau pengekor, yangtidak mampu dan tidak mau berinisiatif, takut mengambilkeputusan. Kepemimpinan otoriter mematikan kratifitas, sehinggabawahan tidak mampu dan tidak mau menciptakan kerja.
b.    Kesediaan anggota lembaga atau organisasi bekerja keras,berdisiplin atau patuh didasari oleh perasaan takut dan tertekan,sehingga suasana kerja kaku dan tegang.
c.    Lembaga atau lembaga menjadi statis, karena pimpinan tidakmenyukai perubahan, perkembangan dan kemajuan yang biasanyadatang dari anggota lembaga yang kreatif dan berpikiran maju.

Dari ketiga paparan diatas menyebutkan bahwa kepemimpinanyang otoriter akan menghambat perkembangan dan kemajuan lembagaatau organisasi tersebut. Karena jika seorang anggota mengemukakanpendapat atau gagasan dan sarannya, pemimpin tersebut tidak sukadengan hal-hal yang bersifat perubahan, perkembangan, perbaikan dankemajuan.
Sikap pemimpin yang dingin dan tegang akan menciptakan suasana yang kaku dan perasaan takut oleh anggota lembaga. Dan pemimpin lebih menyukai situasi rutin dan statis dalam lembaga atau organisasi.
Dilihat dari sudut ajaran islam, kepemimpinan otoriter tidak sepenuhnya dapat diterima karena yang berhak mewujudkan kepemimpinan secara murni hanyalah Allah Swt. Oleh karena itu jika dilaksanakanmanusia sebagai khalifah di bumi, yang semata-mata untuk merealisasikan kepemimpinan Allah Swt, maka kepemimpinan yang seperti ini menjadi benar dan tidak dapat di bantah. Kepemimpinan spiritual dapat diwujudkan dengan sepenuhnya engharuskan manusia untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah Swt, tanpa inisiatif, saran, gagasan, kretivitas dan lain-lain.
Wujud kepemimpinan spiritual yang mutlak otoriter, kepemimpinan apostriori sesama manusia, bagi ajaran Islam tidak seharusnya dijalankan secara otoriter. Di satu sisi tidak seorangpun yang berstatus mewakili atau pengganti Allah Swt boleh membuat keputusan baru di luar firman-Nya dan Hadits Rasulullah Saw yang shahih. Di pihak lain penggunaan kepemimpinan otoriter cenderung lebih banyak  buruknya, kenyataannya merupakan perilaku yang tidakdi sukai Allah Swt. Contohnya kepemimpinan Fir’aun yang telah membawa pada kedurhakaan kepada Allah. Dan sesuai dengan firman Allah Swt(Q.S. Yunus, [09]:83):

Terjemahnya:
‘Makatidakada yang berimankepada Musa, melainkanpemuda-pemudadarikaumnya (Musa) dalamKeadaantakutbahwaFir'aundanpemuka-pemukakaumnyaakanmenyiksamereka. SesungguhnyaFir'aunituberbuatsewe-nang-wenang di mukabumi.danSesungguhnya diaTermasuk orang-orang yang melampauibatas.(Q.S. Yunus [09]:83’.

Dari uraian diatas jelaslah bahwa kepemimpinan otoriter tidak dibenarkan menurut Islam, bilamana dengan kekuasaan dan kewenangannya seorang pemimpin memerintahkan untuk berbuat membelakangi Allah Swt dan Rasul-Nya. Kepemimpinan otoriter dapat diterima dan dibenarkan bilamana manifestasinya berupa pemakaian kekuasaan dan kewenangan untuk memerintahkan patuh dan taat dalam melaksanakan petunjuk dan tuntunan Allah Swt.
2.    Gaya Kepemimpinan Laissez Faire (Bebas)
Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin tidak memimpin, diahanya membiarkan kelompoknya berbuat semaunya sendiri.Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatankelompoknya. Semua pekerjaan dikerjakan oleh bawahannya. Danpemimpin dalam hal ini sebagai simbol atau lambang-lembaga.Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan kepada semua anggota dalam menetapkan keputusan dan melaksanakannya menurut kehendak masing-masing.
Berdasarkan uraian diatas tidak seorangpun anggota lembaga yang menetapakan keputusan dan melaksanakan kegiatan, maka lembaga menjadi tidak berfungsi. Sebaliknya kebebasan yang diberikan, juga berakibat fungsi lembaga tidak berlangsung sebagaiamana mestinya, bahkan menjadi tidak terarah. Kondisi seperti ini dapat terjadi karena wewenang menjadi tidak jelas dan tanggung jawab menjadi kacau.
Adapun contoh dari kepemimpinan yang tidak bertanggung jawab ini terjadi di lingkungan orang-orang kafir, walaupun baru terlihat setelah diminta pertanggung jawab oleh Allah Swt kelak di akhirat. Sesuai dengan firman-Nya (Q.S.Ash-Shaffat,[37]: 27-30):

Terjemahnya:
‘27. Sebahagiandanmerekamenghadapkepadasebahagian yang lain berbantah-bantahan.28. Pengikut-pengikutmerekaberkata (kepadapemimpin-pemimpinmereka): "Sesungguhnyakamulah yang datingkepada Kami dan ka-nan.29. pemimpin-pemimpinmerekamenjawab: "Sebenarnyakamulah yang ti-dak beriman".30. dansekali-kali Kami tidakberkuasaterhadapmu, bahkanka-mulahkaum yang melampauibatas.(Q.S Ash-Shaffat,[37]: 27-30):’

Pemimpin yang tidak bertanggung jawab, dalam sabda NabiMuhammad Saw telah diuraikan dalam sabdanya, yaitu
‘Sesungguhnya Allah itutidak akan mengumpulkan umatku (Muhammad Saw) atas kesesatan dan tangan Allah beserta jamaah dan barang siapa yangmengasingkan diri, tentu ia mengasingkan diri ke neraka’.(HR.Bukhari Muslim).

Kepemimpinan bebas merupakan kepemimpinan yang keluar dari jama’ah seorang pemimpin yang meninggalkan jama’ah berarti ia tidak bertanggung jawab.
3.    Gaya Kemimpinan Demokratis
Kepemimpinan gaya seperti ini lebih berorentasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada bawahan. Dalam kepemimpinan ini setiap individu sebagai manusia diakui dan dihargai eksistensinya dan peranannya dalam memajukan dan mengembangkan lembaga. Dalam gaya kepemimpinan ini setiap kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, gagasan, pendapat, ide cerdas, minat, dan perhatian dan lain-lain yang membeda-bedakan antara individu, selalu dihargai dan disalurkan untuk kepentingan bersama.
Kepemimpinan demokratis bersifat aktif, dinamis, dan terarah. “Maksudnya aktif adalah dalam menggerakkan dan memotivasi. Sedangkan dinamis dalam mengembangkan dan memajukan lembaga. Dan terarah pada tujuan bersama yang jelas, melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang releven secara efektif dan efisien.”  Dalam menjalankan tugas, pemimpin selalu membagi tugas-tugas secara tuntas, dan sesuai dengan kemampuan anggotanya, dan tidak ada tugas yang tertinggal karena tidak ada yang melaksanakannya. Dengan kata lain setiap anggota mengetahui secara jelas wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya.
Dari uraian diatas telah jelas bahwa gaya kepemimpian demokratis selalu berpihak pada kepentingan anggota, dengan berpegang pada prinsip mewujudkan kebenaran dan keadilan untuk kepentingan bersama. Konsep ini sejalan dengan ajaran Islam yang sangat mengutamakan perilaku yang mampu membedakan antara yang hak dan yang batil. Sesuai dengan firman AllahSWT dalam (Q.S Al-Baqarah [02]:42):

Terjemahnya:

‘Danjanganlahkamucampuradukkan yang hakdengan yang bathildanjangan-lahkamusembunyikan yang hakitu, sedangkamumengetahui.(Q.S Al-Baqarah [02]: 42):’

Dari firman Allah Swttersebut, sudah jelaslah bahwa kepemimpinan demokratis dapat diterima di dalam kepemimpinan Islam yang sangat mementingkan keterbukaan, melalui kesediaan pemimpin mendengarkan dan memanfaatkan sesuatu yang benar dan baik dari orang-orang yang dipimpin.
Dari uraian terdahulu mengenai gaya kepemimpinan telah dikemukakan tiga pola dasar gaya kepemimpinan, yang kemudian dijabarkan menjadi 8 (delapan) perilaku yang manifestasi ketiga gaya kepemimpinan tersebut. Pada kenyataannya sulit sekali penerapan perilaku gaya kepemimpinan itu yang murni, tetapi selalu terlihat kombinasi perilaku antara yang satu dengan yang lainnya. Nawawi mengungkapkan dalam uraian berikutnya akan dijelaskan tentang gaya kepemimpinan pelengkap yaitu:
a.    Gaya Kepemimpinan Kharismatis adalah kemampuan menggunakan keistimewaan atau kelebihan sifat kepribadian dalam mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku orang lain, sehingga dalam suasana batin mengagumi dan menggunakan pemimpin bersedia berbuat sesuatu yang dikehendaki pemimpin.
b.    Gaya Kepemimpinan Simbol ini sekedar menjadi simbol atau perlambang dan tetap diakui sebagai pemimpin meskipun tidak menjalankan fungsi kepemimpinannya.
c.    Gaya Kepemimpinan Pengayoman adalah seorang selalu bersedia melakukan segala sesuatu untuk kepentingan orang banyak, khususnya anggota organisasinya.
d.    Gaya Kepemimpinan Expert (ahli) ini merupakan seorang pemimpin mempunyai keterampilan atau keahlian dalam suatu bidang tertentu, menjalankan kepemimpinan di lingkungan lembaga yang bergerak di bidang tersebut.
e.    Gaya Kepemimpinan Organisatoris dan Administrator ini bekerja secara berencana, sistematis dan tertib, dengan memanfaatkan berbagai masukan dari orang lain dari dalam dan luar lembaganya. Dalam menetapkan keputusan-keputusan, pemimpin menyenangi musyawarah untuk mendapatkan bahan-bahan masukan.
f.    Gaya Kepemimpinan Agitator ini dilakukan dengan memberikan tekanan-tekanan, mengadu domba, menimbulkan dan mempertajam perselisihan, memecah belah dan menghasut anggota lembaga, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi pimpinan dengan atau tanpa kelompoknya.

Tidak ada komentar: